Kamis, Desember 05, 2013

Riba atau Kebersamaan?

Riba atau Kebersamaan?

DAPMKUSANHILIR.OR.ID – Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan yang berjudul “Kenapa ada UPK Syariah?”. Sebaiknya membaca tulisan tersebut, sebelum melanjutkan membaca tulisan ini.

Tulisan ini kita awali dengan kisah 30 anak SLTA yang mengadakan acara guna mempererat persaudaraan di antara mereka ke suatu kota yang cukup terpencil. Ketika waktunya makan, mereka berunding, mau makan-makan di mana? Ada tiga pilihan restoran di kota itu yang lokasinya saling berjauhan. Yang terdekat adalah restoran yang menyajikan sate sapi. Hanya saja, ada satu siswa yang beragama Hindu, tidak bisa makan daging sapi, karena diharamkan oleh agamanya. Yang agak dekat berikutnya menyediakan kambing guling. Namun, ada tiga orang yang alergi daging kambing. Pilihan ketiga, tapi jauh, adalah restoran Ayam Penyet. Manakah yang akan dipilih?

Sebenarnya, bisa saja dipilih dua restoran, yakni restoran dengan menu sapi dan kambing. Namun, hal tersebut mengurangi kebersamaan. Padahal acara tersebut diadakan untuk meningkatkan kebersamaan. Bila memilih berdasarkan suara mayoritas, itupun tidak bijak, sebab yang satu orang tidak makan daging sapi bukan karena masalah selera melainkan karena faktor keyakinan. Mungkin bila masalahnya ada pada selera, yang minoritas bisa diminta untuk mengalah.

Akhirnya, diputuskan untuk mengadakan acara kebersamaan di rumah makan yang menunya ayam penyet, meskipun yang paling jauh. Karena hanya restoran tersebut yang menunya bisa dinikmati oleh semua. Tidak ada kalah atau mengalah dalam hal ini. Keduapuluhsembilan siswa tersebut tidak harus mengalah, karena merekapun bisa makan daging ayam. Semua adalah pemenang.

Demikian juga dengan PNPM. Faktor mayoritas dan minoritas seharusnya bukanlah hal pokok sebagai dasar pertimbangan. Rasa kebersamaan dan persaudaraan harus lebih diutamakan.

Diperkenalkannya sistem keuangan syariah pada program pinjaman bergulir PNPM Mandiri bukan didasarkan pertimbangan mayoritas atau minoritas. Bukan karena penduduk Indonesia mayoritas Muslim maka dikenalkan sistem keuangan syariah. Melainkan karena sistem keuangan syariah cocok untuk semua golongan masyarakat. Sedangkan keuangan konvensional (riba) hanya cocok untuk segolongan masyarakat saja.

Jika kita mengambil pelajaran dari cerita di awal tulisan ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa demi persatuan dan kesatuan, kita harus mengalahkan ego masing-masing. Sehingga, yang jadi pertimbangan adalah manakah yang memungkinkan untuk semua golongan. Pertimbangan mayoritas-minoritas ataupun selera tidak digunakan. Pemilihan yang berdasarkan suara terbanyak, sebaiknya hanya pada kondisi ketika tidak ada pilihan yang bisa cocok untuk semuanya. Jadi, jika ada pilihan sistem yang bisa cocok untuk semua golongan, kenapa kita tidak memilih sistem itu?

Apapun agama kita, selayaknya kita harus empati dengan kaum Muslimin yang berdosa besar bila terlibat riba. Pilihan ini menyangkut hal yang mendasar, yakni keyakinan, bukan lagi masalah selera, atau untung rugi secara keuangan. Ketika mengubah ke sistem syariah, dengan pertimbangan kebersamaan, tidak ada yang kalah, karena yang menang adalah kebersamaan. Atau dengan kata lain semua menjadi pemenang.



Penulis : Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg.
Editor : Mukriara
Sumber : Kotaku
Comments


EmoticonEmoticon