Senin, Desember 09, 2013

Syariah Lebih Mahal

Jual Beli vs Riba

DAPMKUSANHILIR.OR.ID – KBanyak yang mengalami atau mendapat informasi bahwa margin (keuntungan yang diberikan nasabah pada akad jual beli) di lembaga keuangan syariah lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional. Dengan informasi ini ada yang mengambil kesimpulan tergesa-gesa, bahwa sistem syariah lebih mahal dibandingkan dengan sistem konvensional. Bahkan dengan sepenggal fakta ini kemudian menjadikannya antipati atau mengeluarkan kalimat-kalimat yang sinis terhadap sistem syariah.

Padahal tinggi rendahnya biaya dana (bunga atau margin rate) bukan karena syariah atau tidaknya sistem yang digunakan pada lembaga tersebut, melainkan tergantung dari skala usaha dan tingkat efisiensinya. Sebagai contoh, BTPN mikro bunganya 2,5%, BSM warung mikro marginnya 1% - 1,2%, sedangkan BRI ada produk kredit yang bunganya di bawah 1%.

Penulis pernah terlibat dalam suatu penelitian, yang salah satunya membandingkan bunga di BPR-BPR (konvensional) dengan margin di beberapa Baitul Maal wat-Tamwwil (BMT) di Bogor. Hasilnya secara umum, BMT yang menggunakan sistem syariah marginnya lebih kecil dibandingkan dengan bunga di BPR-BPR. Dengan demikian, ada lembaga keuangan syariah yang lebih mahal ada juga lembaga keuangan syariah yang lebih murah.

Tidak Semua Bisa Terlayani

Lembaga Keuangan mikro (LKM) baik yang syariah ataupun konvensional, harus menghasilkan pendapatan yang kompetitif untuk kesinambungan operasionalnya . Oleh karena itu LKM (termasuk UPK) tidak bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. LKM bukanlah lembaga super yang bisa menyelesaikan semua masalah kemiskinan. Masyarakat miskin yang bukan merupakan khalayak sasaran yang tepat bagi LKM di antaranya adalah:

  1. Masyarakat yang baru saja dilanda bencana
  2. Orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik untuk bekerja.
  3. Orang-orang tidak memiliki kemauan untuk berusaha.
  4. Orang-orang yang diketahui memiliki karakter/reputasi yang tidak baik (tidak jujur, sering berhutang tanpa bayar, dan sebagainya).

Ada model-model pemberdayaan lain selain model LKM untuk khalayak sasaran tersebut. Dalam khazanah keuangan syariah di antaranya dengan model Baitul Maal atau organisasi pengelola Zakat,Infaq & Wakaf (OPZ). Lembaga tersebut dapat memberikan pinjaman Qardhun Hasan (QH), pinjaman yang pengembaliannya tanpa tambahan. Pinjaman Rp1 juta, dikembalikan Rp1 juta. Bahkan bukan hanya QH, lembaga tersebut dapat memberikan modal secara cuma-cuma tanpa harus dikembalikan.

Oleh karena itu, ketika ada yang merasa kemahalan atau tidak mampu dengan biaya dana dari UPK (baik yang menerapkan sistem jasa ataupun syariah) mungkin bukan karena UPK nya yang mahal, tapi perlu dilayani oleh lembaga OPZ.

Catatan:

Pertama, definisi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sesuai UU no 1 tahun 2013 : “Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM, adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.” Maka dari definisi itu, UPK termasuk LKM sesuai definisi pada UU itu. Namun UPK hingga saat ini belum memiliki legalitas seperti yang dimaksud pada UU tersebut.

Kedua, tulisan singkat tentang OPZ bisa dibaca di sini: "ZIS dan PNPM".



Penulis : Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg.
Editor : Mukriara
Sumber : Kotaku
Comments


EmoticonEmoticon